Kecerdasan buatan atau AI memengaruhi berbagai lini mulai dunia profesi hingga akademik. Penting bagi manusia untuk tidak terjajah oleh kemajuan digital ini sendiri.
Terlebih ketidakpastian dunia diproyeksikan akan terjadi. Ini sebabnya pakar pendidikan dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal menegaskan pendidikan perlu menyediakan bekal untuk masyarakat Indonesia supaya bebas dari keterjajahan digital.
Seperti pendidikan di China yang mengedepankan STEM (science, technology, engineering and mathematics) seraya integrasi seni dan budaya. Juga pendidikan Jepang yang menitikberatkan pengembangan karakter, kreativitas, keterampilan hidup, dan inovasi, maka menurut Rizal kedua negara ini memiliki konsep pendidikan yang tak melulu menekankan kecerdasan akademik sebagai satu-satunya orientasi.
"Saat ini kemajuan AI telah pada titik mencapai kemampuan melakukan otomasi analitik yang membuat banyak profesi seperti guru, dosen, saintis, ahli hukum, pegawai bank, hingga dokter terancam hilang digantikan oleh AI. Akan muncul jenis pekerjaan baru yang kita belum tahu seperti apa," kata Rizal pada workshop komunitas GSM Sibon (Situbondo-Bondowoso) dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda (29-30/10/2024).
Baca juga: Ilmuwan BRIN Raih Pemuda Inspiratif Kemenpora & Masuk 2% Peneliti AI Terbaik DuniaKunci Mendidik Murid di Tengah Gempuran AIRizal menjelaskan, AI sekarang ini dan mungkin hingga dekade ke depan masih lebih banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas secara drastis di segala bidang seperti perdagangan, pendidikan, dan kesehatan. Walau begitu, AI juga berisiko besar untuk eksistensi kemanusiaan apabila manusia sendiri salah menanamkan sistem nilai (values) ke dalam algoritmanya.
"Kita harus dapat mewujudkan pendidikan yang membangun keindonesiaan, yakni, selain kuat dalam berpikir kritis, kreatif, dan etis, juga memiliki pemahaman mendalam tentang identitas, nilai budaya, dan potensi bangsa Indonesia," ujar Rizal, dikutip melalui keterangan tertulis pada Kamis (31/10/2024).
Ia menyebut sikap keindonesiaan itu yang akhirnya melahirkan sistem nilai estetik dalam diri setiap individu generasi Indonesia untuk tetap menjaga moral etis dan moral sosial bangsa di tengah arus perubahan zaman yang deras.
"Itu adalah kunci dalam membentuk individu yang utuh dan mandiri sehingga siap menghadapi dan bertanggung jawab untuk menghadapi tantangan global dan disrupsi digital," katanya.
Baca juga: Menuju Indonesia Emas 2045: Tantangan Pendidikan Tinggi & Talenta DigitalMenurutnya, kuncinya ada pada penanaman rasa ingin tahu dan sikap otonom supaya tidak menjadi budak teknologi. Lalu mendidik manusia yang memiliki mental untuk terus ingin mempelajari hal baru, resilien (memiliki daya tahan) ketika beradaptasi dengan situasi, dan menjadi manusia yang mandiri merupakan tujuan utama kurikulum dan paradigma baru yang harus terus diajarkan kepada murid supaya siap menghadapi masa depan.
"Dengan menjadi manusia otonom, maka anak-anak kita tidak akan dikendalikan oleh AI, justru menjadi pengendali AI sebagai asisten super jenius, bukan alien yang membahayakan eksistensi manusia di masa depan," imbuhnya.
Video: Luapan Kekhawatiran Peraih Nobel Fisika soal Hasil Risetnya